Selasa, 26 Agustus 2008

PENANAMAN TANAMAN ZODIA (Evodiaa suaveolens)

Bagian tanaman Zodia (Evodia suaveolens) yang digunakan sebagai eksplan adalah bagian pucuk daun. Bagian pucuk daun merupakan bagian tanaman yang memiliki daya regenerasi tinggi, sehingga lebih mudah ditumbuhkan karena sudah memiliki fungsi yang jelas atau pertumbuhannya sudah diarahkan untuk menjadi daun. Tidak semua bagian pucuk daun yang ditanam, melainkan harus dipotong dan disesuaikan ukurannya. Hal ini dilakukan untuk memperkecil terjadinya kontaminan. Semakin kecil eksplan kemungkinan kontaminasi semakin kecil, sebaliknya semakin besar eksplan peluang kontaminasi lebih tinggi walaupun peluang tumbuh relatif besar.

Perbanyakan tanaman Zodia (Evodia suaveolens) yang telah dilakukan secara kultur jaringan pada praktikum ini menggunakan dua eksplan dimana terlihat bahwa pada eksplanI pertumbuhannya baik dan tidak terdapat kontaminan sedangkan pada eksplanII terdapat kontaminan berupa spora jamur berwarna putih seperti kapas. Setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi permukaan yang berbeda, tergantung dari:

  1. Jenis tanamannya,
  2. Bagian tanaman yang dipergunakan,
  3. Morfologi permukaannya (misal: berbulu atau tidak),
  4. Lingkungan tumbuhnya (green house atau lapangan),
  5. Musim waktu mengambil (musim hujan atau kemarau),
  6. Umur tanaman (seedling atau tanaman dewasa),
  7. Kondisi tanamannya (sakit atau dalam keadaan sehat).

Kontaminasi dapat disebabkan karena proses sterilisasi yang tidak sempurna, baik sterilisasi eksplan maupun sterilisasi alat. Seperti yang diketahui, kegiatan sterilisasi merupakan kegiatan yang sangat menentukan keberhasilan kultur jaringan. Setiap jenis eksplan akan berbeda perlakuan sterilisasinya. Selain sterilisasi eksplan yang tidak sempurna, kontaminasi dapat disebabkan karena alat-alat yang digunakan tidak steril, alat-alat penanaman seperti pinset, cawan petri (petri dish), pisau, hanya direndam dalam alkohol 70 % dan dibakar. Sebaiknya sebelum alat-alat tersebut digunakan terlebih dahulu harus d iautoklaf agar benar-benar steril.

Cara penanaman eksplan pada media dapat juga menyebabkan terjadinya kontaminasi. Penanaman dengan posisi mulut botol menghadap inokulan yang menyebabkan peluang kontaminan dari napas tinggi dapat menyebabkan bakteri dan spora-spora jamur dapat masuk ke dalam botol. Cara penutupan botol media yang kurang rapat dapat memberikan peluang spora jamur dan bakteri dapat masuk, sehingga dapat pula menyebabkan terjadinya kontaminasi.

Kondisi lingkungan kultur menentukan keberhasilan pembiakan tanaman dengan kultur jaringan yang meliputi cahaya, suhu, dan komponen atmosfer. Cahaya digunakan untuk mengatur proses morfogenetik tertentu. Dalam kultur jaringan, sumber cahaya yang digunakan adalah lampu fluorescens dengan intensitas cahaya 300-800 lux dengan penyinaran yang paling baik adalah selam 16 jam. Suhu sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman. Suhu yang terlalu rendah (kurang dari 20°C) dapat menghambat pertumbuhan, dan suhu yang terlalu tinggi (lebih dari 32°C) menyebabkan tanaman merana.

Pada kultur jaringan, apabila kontaminasi tidak terlalu parah dapat dilakukan subkultur, terutama pada tanaman yang memiliki nilai harga yang tinggi.

hutan pegunungan Baturaden

Hutan Pegunungan

1. Kondisi Umum

Wilayah hutan bagian Pemangkuan Hutan Gunung Slamet Barat – KPH Banyumas Timur terletak pada ; 15o Bujur Timur – 20 o 30’ Bujur Timur, 7 o 10’ Lintang Selatan – 7 o 20’ Lintang Selatan. Batas Wilayah Hutan yaitu ; Utara : BKPH Bumi Jawa KPH Pekalongan Barat, Timur : BKPH Gunung Slamet Timur, Selatan : BKPH Jatiwalang dan Barat : BKPH Bumiayu KPH Pekalongan Barat. Luas wilayah pemangkuan hutan bagian kesatuan pemangkuan hutan Gunung Slamet Barat : 14 780,40 ha, terdiri dari :Hutan Lindung : 11.808,5 ha, Hutan Produksi : 2.526,1 ha, Hutan Wisata : 69,3 ha, Kebun Raya : 143,5 ha, Ldti : 127,6 ha, APB : 105,4 ha.

Pembagian Kelas Hutan bagian kesatuan pemangkuan hutan Gunung Slamet Barat adalah KU:1.400,7 ha, THKL: 680,1 ha, HAKL:1.703,6 ha, HL:11.808,5 ha dan TBP:160,2 ha. Pembagian Wilayah Berdasarkan Resort Pemangkuan Hutan adalah Baturraden: 4.872,45 ha, Karanggandul: 5.122,05 ha dan Lebaksiu: 4.785,95 ha.

Pembagian wilayah berdasarkan administratif pemerintah:

1. Kecamatan Kutosari, meliputi desa : Cendana dan Karangjengkol

2. Kecamatan Sumbang, meliputi desa : Limpakawus, Ginda tapa dan Sikapat.

3. Kecamatan Baturraden, meliputi desa : Baturraden, Kemutung Lor, Karangsalam dan Karangmangu.

4. Kecamatan Kedung Banteng, meliputi desa : Medung, Windujaya, Baseh dan Kalisalak.

5. Kecamatan Karanglewat, meliputi desa : Suryalangu.

6. Kecamatan Cilongok, meliputi desa : Sokawera, Gunung Lurah, Sambirata dan Karangtengah.

7. Kecamatan Pekuncen, meliputi desa: Glempang, Pekuncen dan Krajan.

2. Komponen Vegetasi

Hasil analisis vegetasi pada tipe ekosistem hutan pegunungan atas menunjukkan untuk tingkat semai didominasi oleh Wilada merah dengan nilai INP sebesar 50.8%, tingkat pancang didominasi oleh Wilada ijo dengan nilai INP 37.7%, tingkat tiang didominasi oleh Pasang dengan nilai INP sebesar 69.8%dan tingkat pohon didominasi oleh Pasang dengan nilai INP sebesar79.8%. terdapat juga berbagai jenis tumbuhan bawah dimana yang mendominasinya adalah jenis keji beling. Pada hutan pegunungan atas, dapat ditemui anggrek, dan pohon-pohonnya ditumbuhai lumut, serta banyak dijumpai paku-pakuan.

Gambar 6. Vegetasi Hutan Pegunungan Atas

Hasil analisis vegetasi pada tipe ekosistem hutan pegunungan bawah menunjukkan untuk tingkat semai didominasi oleh Tembagan dengan nilai INP sebesar 38.22% tingkat pancang didominasi oleh Jerakah dengan nilai INP 39.61%, tingkat tiang didominasi oleh Tembagan dengan nilai INP sebesar 94.4%, dan tingkat pohon didominasi oleh Pasang dengan nilai INP sebesar 49.8%.

Gambar 7. Vegetasi Hutan Pegunungan Bawah

3. Komponen Satwaliar

pengamatan satwa liar ini dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.30 waktu setempat dengan tujuan agar suara-suara ataupun satwa-satwa yang ada di hutan ini belum terganggu oleh aktifitas manusia. Jenis-jenis satwaliar yang dapat ditemui pada tipe hutan pegunungan atas adalah dari kelompok aves dan mamalia. Dari kelompok aves terdiri dari Percit (Dicaeum trochileum), Pacetan (Prinia familiaris), Cucak gunung (Pycnonotus bimaculatus), Cipoh (Aegithina tiphia), Kipasan (Rhipidura javanica), Prenjak (Prinia familiaris), Krit gantil, Tangkur tohtor (Megalaima armillaris), Puyuh (Arborophilajavanica), Kacamata (Zosterops palpebrosus), Madu (Aethopygaeximia), Merbah belikar (Pycnonotus plumosus),Bubut jawa (Centropus nigrorufus), Petutut (Megalaima cerunia), Cabai gunung (Dicaeum sanguinolentum), untu jenis burung lainnya sudah terlampir dalam lampiran satwa liar hutan pegunungan atas. Untuk jenis mamalia pada pengamatan ini ditemui musang (Parodoxurus hermaproditus) melalui kotorannya dan lutung kelabu (Presbytis cristata) melalui penglihatan dari pengamat. Jenis satwaliar yang dapat ditemui di hutan pegunungan bawah adalah hampir sama dengan jenis satwa yang ditemukan di hutan pegunungan atas diantaranya Percit (Dicaeum trochileum), Pacetan (Prinia familiaris), Cucak gunung (Pycnonotus bimaculatus), Cipoh (Aegithina tiphia), Kipasan (Rhipidura javanica), Prenjak (Prinia familiaris), Kacamata (Zosterops palpebrosus), elang ular (Spilornis cheela), dan lain-lain. Untuk kelompok mamalia ditemukan bajing (Callosciurus notatus) secara langsung dan lutung kelabu (Presbytis cristata) secara tidak langsung yaitu melalui kotorannya.

4. Kondisi Fisik Lingkungan

Topografi lahan pada hutan pegunungan atas sangat curam. Permukaan tanah banyak ditutupi serasah yang sudah membusuk setebal 1 cm, tanah gembur, warna tanah cokelat kehitaman dengan tekstur liat berpasir, KTK tanah sedang dan pH 6. kondisi suhu di hutan pegunungan atas ini adalah 140C dengan kelembaban rata-rata lebih dari 100%. Hutan pegunungan bawah memiliki topografi yang berbukit-bukit dan lembah dan banyak terdapat jurang yang cukup terjal. Permukaan tanah banyak terdapat serasah yang membusuk, tanah gembur dan berwarna coklat kehitaman, pH tanah sebesar 6 dengan KTK tanah sedang. Suhu udara di lokasi berkisar 17,50C-180C dengan kelembaban berkisar antara 80,5-96%.

5. Sistem Pengelolaan

Wilayah hutan pegunungan Gunung Slamet, Baturraden dikelola oleh PT. Palawi. PT. Palawi (Perhutani Alam Wisata) adalah anak perusahaan Perum Perhutani (BUMN) bergerak dibidang wisata alam serta Tour & Travel, selain itu juga menangani kegiatan ticketing (KA-pesawat), Outdoor Activities (trekking, hikking, outbound act, arung jeram, telusur sungai), dengan lokasi/ unit kerja di Jatim, Jateng, Jabar, Banten (area perum Perhutani) serta tidak menutup area lain sesuai dengan keinginan client.

Berbagai wisata mulai dari loka wisata Baturraden, Pancoran 7, Pancoran 3, telaga sunyi, dan bumi perkemahan menjadi daya tarik pengelolaan wilayah BKPH Banyumas Timur terutama RPH Baturraden.


Gambar 8. Obyek Wisata Pancoran 7

6. Peranan/ Manfaat dan Permasalahan

Hutan pegunungan Gunung Slamet mempunyai tegakan yang cukup rapat. Kondisi ini mengukinkan hutan ini sangat berperan sebagai :

  • Kawasan hutan lindung sehingga mempunyai fungsi menjaga sistem tata air dan tanah.
  • Pencipta iklim mikro dan penyerap karbondioksida yang ada di udara.
  • Berperan bagi satwa liar yaitu untuk mencari makan, untuk berkembang biak dan untuk tempat tinggal.
  • Sebagai daerah wisata, dengan sendirinya kawasan ini dapat digunakan oleh penduduk sekitar untuk mencari nafkah, misalnya dengan cara berjualan souvenir di daerah sekitar tempat wisata dan sebagainya.

Permasalahan yang ada di wilayah ini adalah kondisi fisik yang berbukit, terjal dan mudah longsor sehingga berpotensi terjadi erosi tanah. Selain itu, perburuan berbagai satwa secara illegal telah mengurangi populasi satwa yang endemik dan di lindungi. Oleh karena itu, perlu tindakan preventif untuk mengurangi kegiatan illegal yang ada serta perlu tindakan konservasi yang berkelanjutan dari berbagai pihak yang terkait.

Masalah lain adalah terjadinya penebangan liar yang merusak hutan dan terjadinya insiden jembatan di loka wisata Baturraden yang menyebabkan turunnya tingkat kunjungan ke darah ini baik untuk kegiatan wisata maupun pendakian. Maka perlu ada penyuluhan dan promosi yang lebih gencar agar tingkat kunjungan kembali meningkat.

proses pulping kraft rotan

Proses kraft (sulfat) adalah proses pulping yang menggunakan bahan kimia campuran NaOH dan Na2S. Natrium Hidroksida (NaOH) merupakan bahan kimia pemasak utama yang berfungsi untuk mempercepat pelarutan lignin, sedangkan Natrium sulfat (Na2S) merupakan komponen aktif tambahan yang berfungsi untuk menggantikan bahan alkali yang hilang selama proses pemasakan sehingga konsentrasi larutan alkali tetap stabil.

Rendemen pulp rotan diperoleh sebesar 22,73%. Rendemen ini masih di bawah standar rendemen pulp dengan proses sulfat untuk softwood dan hardwood yaitu sebesar 45 – 60%. Nilai bilangan kappa sebesar 23. Nilai ini melebihi nilai bilangan kappa normal untuk pulp dari hardwood hasil pemasakan konvensional yaitu antara 18 – 22. Nilai konsumsi alkali yang diperoleh sebesar 17,61 % telah memenuhi kisaran konsumsi alkali pada umumnya.